Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Lensa Penyelamat Macan Tutul Jawa, Pangeran Hutan yang Kian Tergusur Peradaban dan Modernisasi

Punahnya Harimau Jawa membuat belantara hutan Jawa pun otomatis dikuasai predator puncak selanjutnya, yakni Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas). 

|
Dok. Pribadi Ignas Dwiwardhana - Animalika
Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) terpantau sedang rebahan di dahan pohon asem, di Jawa Timur. 

Di sisi lain, Hendra menyayangkan kebanyakan orang tidak menyadari bahwa macan tutul jawa memiliki peran penting di dalam ekosistem hutan, sebagai puncak rantai makanan yang mengendalikan populasi satwa mangsanya. Peran penting ini juga membuat macan tutul disebut sebagai 'spesies kunci' dalam keseimbangan ekosistem. 

Dengan memakan satwa-satwa yang menjadi mangsanya seperti monyet, babi hutan, hingga tikus, sesungguhnya macan tutul memiliki peran penting mengendalikan populasi satwa yang berpotensi menjadi hama bagi pertanian dan sangat merugikan. 

Kebiasaan macan tutul yang menyeleksi target mangsanya dengan memangsa yang lemah, secara langsung menjaga kesehatan manusia. Andaikan satwa yang sakit di alam telah habis dimakan oleh macan tutul, maka satwa yang sedang menderita suatu penyakit (seperti rabies, flu, pes, atau cacar) akan terputus rantai penularannya dengan dimangsa oleh macan tutul. 

"Tetapi ketika suatu ekosistem telah kehilangan pemangsa puncak seperti macan tutul, maka satwa-satwa yang berpenyakit itu akan berkeliaran mendekati permukiman manusia, karena lemah sehingga sulit mencari makan di habitat alaminya. Bukan tak mungkin loncatan penularan penyakit dari satwa ke manusia (zoonosis) menjadi semakin cepat dan mudah dan bisa menjadi wabah atau keadaan luar biasa bahkan pandemi," kata Hendra. 

Sulitnya Mendeteksi Pangeran Hutan

Potret Macan Tutul Jawa saat sedang minum di kubangan air pada musim kemarau.
Potret Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) saat sedang minum di kubangan air pada musim kemarau.

Memotret Macan Tutul Jawa bukan perkara mudah, beda dengan Macan Tutul Afrika dan India yang sudah sangat biasa diabadikan oleh khalayak luas, karena keaslian habitatnya masih cukup terjaga.

Selain habitatnya yang makin sempit dan menghilang akibat peradaban dan modernisasi oleh manusia, banyak faktor lain yang memperumit usaha memotret satwa endemik Jawa ini. Bahkan, hanya segelintir orang yang mampu memotret Macan Tutul Jawa secara langsung (live photography) seperti Ignas, bukan dengan kamera jebakan (trap cam/trail cam). 

Salah satu faktor itu disebabkan macan tutul adalah mamalia. Mamalia memiliki penciuman dan penglihatan yang luar biasa tajam, hingga jangkauan pendengaran yang luas. 

Hal ini berbeda ketika kita hendak memotret burung, yang dibutuhkan hanyalah kamuflase karena burung memiliki penglihatan luar biasa namun penciuman tidak tajam. 

"Tapi ketika memotret macan tutul, kita nggak boleh pakai wewangian atau bau yang tajam, arah angin datang dari mana pun harus dipikirkan," kata Ignas. 

Meski tergolong hewan adaptif dengan kondisi hutan yang kian menyempit, macan tutul termasuk sulit terdeteksi keberadaannya. Terkadang pencarian berdasarkan jejak kaki, bekas cakaran di pohon hingga feses (kotoran) tidak membuahkan hasil. 

Kecenderungan macan tutul yang menghindari perjumpaan dengan manusia hingga luasnya cakupan hutan belantara di Jawa lantas diakali dengan cara berburu foto saat puncak musim kemarau. 

Sungai mengering hingga debet air yang hanya tersisa sedikit membuat kucing besar ini mencari kubangan-kubangan air untuk melepaskan dahaga akibat panasnya cuaca. 

"Bagi kami cara termudah yaitu menunggu di tempat mereka minum. Kita survei dimana ada lubang air. Puncak kemarau sendiri beda tergantung lokasi, ada yang September, ada Oktober," ucapnya. 

"Yang kita perhatikan debet air. Kalau sudah surut, nah ini kemungkinan besar (macan tutul) datang. Otomatis kita menunggu di situ, berkamuflase, bahkan mandi tanpa sabun. Jadi meminimalisir gangguan lain yang membuat macan tutul waspada," imbuhnya. 

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved