Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Wacana Daerah Istimewa Surakarta

Soal Usul Solo Jadi Daerah Istimewa Surakarta, Astrid Widayani Akui Belum Ada Diskusi dengan Respati

Wakil Wali Kota Solo, Astrid Widayani, menyebut sampai saat ini belum ada pembicaraan secara lebih jauh dengan Wali Kota Respati Ardi terkait DIS.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
PEMIMPIN KOTA SOLO - Respati Ardi-Astrid Widayani saat bersilaturahmi ke kediaman Presiden ke-7 RI Jokowi, Kamis (28/11/2024). Astrid Widayani mengakui sampai kini belum ada pembicaraan dengan Respati Ardi soal usulan Solo jadi Daerah Istimewa Surakarta. (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin) 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Beberapa waktu belakangan, usulan Solo untuk menjadi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) ramai jadi perbincangan.

Hal itu setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerima 341 usulan pembentukan daerah otonom baru (DOB) atau pemekaran, di mana enam di antaranya ingin menjadi daerah istimewa.

Wakil Wali Kota Solo, Astrid Widayani, menyebut sampai saat ini belum ada pembicaraan secara lebih jauh dengan Wali Kota Respati Ardi terkait dengan DIS.

Baca juga: Harapan Solo Jadi Daerah Istimewa Surakarta Pupus? DPR RI Tegaskan Solo Belum Penuhi Kriteria

"Mungkin sudah lama terminologinya, DIS kembali diusulkan ke Kemendagri. Kami sejauh ini khususnya saya sebagai Wakil Wali Kota belum berbincang secara lebih jauh dengan Mas Wali, karena juga Mas Wali masih di Balikpapan. Belum ada pembahasan secara spesifik mengenai DIS," kata Astrid di Solo, Jawa Tengah, Jumat (25/4/2025) malam.

Dia mengatakan, Pemkot Solo saat ini masih fokus membangun komunikasi dengan wilayah Solo Raya, terutama untuk sektor perekonomian.

"Tetapi memang kami fokus pada bagaimana menjadikan Kota Solo ini memiliki ketahanan yang kuat, khususnya bagaimana membangun komunikasi aktif dengan wilayah penyangganya. Seperti yang hari ini dijalankan Kadin Solo dengan aglomerasi Soloraya," ungkapnya.

Dia mengakui butuh kajian yang mendalam mengenai usulan Solo menjadi DIS.

"Nanti kita kaji bersama-sama, kita pelajari dan saya kira perlu juga melihat dari feedback ataupun respons semua masyarakat wilayah yang terkait dengan Subosukawonosraten," tambahnya.

Ikon Kota Solo patung Slamet Riyadi yang berada di kawasan Gladag, Jalan Slamet Riyadi.
IKON KOTA SOLO - Patung Slamet Riyadi yang berada di kawasan Gladag, Jalan Slamet Riyadi pada 2024 lalu. (TribunSolo.com)

DPR RI Sebut Solo Sudah Maju Tanpa Status Daerah Istimewa

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, turut memberikan tanggapannya soal wacana perubahan status Kota Solo atau Surakarta menjadi daerah istimewa.

Wacana itu mencuat setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat ada enam daerah yang mengajukan status daerah istimewa, salah satunya adalah Kota Solo.

Doli pun menegaskan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, status daerah istimewa hanya berlaku untuk provinsi, bukan kabupaten atau kota.

Baca juga: Wacana Status Daerah Istimewa Surakarta, Pengamat: Jangan Jadi Gengsi Saja tapi Bisa Berikan Manfaat

Dia mengungkapkan, menurut sistem hukum yang ada, hanya provinsi yang dapat diberikan status daerah istimewa, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Daerah Khusus Jakarta.

Hal ini disampaikan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Jumat (25/4/2025).

“Kalau kabupaten atau kota, tidak ada istilah daerah istimewa. Yang ada hanya provinsi,” kata Doli.

Doli melanjutkan, status istimewa harus memiliki dasar sejarah yang kuat, seperti yang dimiliki Yogyakarta, yang memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Begitu pula dengan Aceh, yang pada masa lalu mendapatkan status istimewa karena kontribusi rakyat Aceh dalam perjuangan kemerdekaan, meskipun status itu kini telah berubah menjadi otonomi khusus.

Baca juga: Wacana Daerah Istimewa Surakarta Muncul Lagi, Pernah Ditolak MK Karena Legal Standing Lemah

Ia pun mengingatkan agar penggunaan istilah "istimewa" tidak disalahartikan sebagai alasan untuk memberikan hak istimewa kepada kota-kota lain hanya berdasarkan faktor sejarah atau kebudayaan.

“Yogyakarta itu istimewa karena alasan sejarah dan budaya yang kuat. Solo memang punya keraton, namun itu belum cukup sebagai alasan untuk mendapatkan status istimewa,” jelasnya.

“Kalau semua daerah menggunakan alasan sejarah dan budaya, nanti daerah lain juga ikut-ikutan meminta status istimewa juga,” tambahnya.

Ahmad Doli menambahkan, pemerintah agar tidak terburu-buru dalam merespons usulan perubahan status wilayah. 

Baca juga: Mendagri Terbuka soal Usulan Solo jadi Daerah Istimewa Surakarta, Bakal Lakukan Kajian Terlebih Dulu

Kemendagri harus berhati-hati, karena jika satu daerah disetujui, bisa memicu daerah lain untuk mengajukan permohonan yang sama dengan berbagai alasan.

“Apakah tanpa status istimewa, Solo tidak bisa maju? Apakah dengan status istimewa pasti lebih maju? Belum tentu,” tegasnya.

Doli menegaskan, hingga saat ini tidak ada dasar hukum yang mengatur pemberian status istimewa untuk daerah setingkat kota.

Menurutnya, istilah daerah khusus atau daerah istimewa hanya diakui pada level provinsi, dengan pertimbangan yang sangat spesifik.

Baca juga: Pemerintah Ogah Buru-buru Kabulkan Solo jadi Daerah Istimewa Surakarta, Ungkap Alasannya

“Yang kita kenal hanya Daerah Khusus Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Solo belum punya landasan hukum atau sejarah yang cukup untuk itu,” tandasnya.

Sebelumnya, usulan menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa muncul dalam rapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, mengungkapkan bahwa ada enam wilayah yang mengajukan diri untuk menjadi daerah istimewa, termasuk Surakarta.

Akmal membeberkan tumpukan usulan yang masuk ke Kemendagri, termasuk 42 pengajuan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, hingga permintaan status khusus dan istimewa.

“Per April 2025, ada enam wilayah yang meminta status daerah istimewa dan lima wilayah minta status daerah khusus. Ini PR besar yang harus dibicarakan bersama DPR karena menyangkut amanat undang-undang,” kata Akmal.

Sebagian artikel tayang di Kompas.com

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved