Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Wacana Daerah Istimewa Surakarta

Wacana Daerah Istimewa Surakarta Disebut Tak Lagi Relevan : Piagam Kedudukan 1945 Sudah Dicabut

Wacana menjadikan Kota Solo sebagai Daerah Istimewa kembali mengemuka dalam rapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Putradi Pamungkas
TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin
KOTA SOLO - Ikon kota Solo, Tugu Jam Pasar Gede, difoto beberapa waktu lalu. Mencuat kembali wacana pembentukan Daerah Istimewa Surakarta. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Seorang praktisi hukum Bambang Ary Wibowo menyebut Piagam Kedudukan tertanggal 19 Agustus 1945 yang diberikan Soekarno sudah dicabut.

Dengan begitu menghidupan Daerah Istimewa Surakarta dengan dasar ini tak lagi relevan.

“Istilah Daerah Istimewa Surakarta itu sudah tidak ada. Kalau mau menghidupkan kembali dasar hukumnya apa. Maklumat 1946 sudah dicabut dengan Putusan Wakil Presiden Nomor X tahun 1946,” ungkapnya.

Wacana menjadikan Kota Solo sebagai Daerah Istimewa kembali mengemuka dalam rapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (24/4/2025).

Mulanya, begitu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Pakubuwono XII dan Mangkunegara VIII mengeluarkan maklumat yang mendukung kemerdekaan ini.

Dalam maklumat pun ditulis dua kerajaan ini berada di belakang NKRI.

“Indonesia begitu 17 Agustus 1945, 19 Agustus 1945 Sinuhun Pakubuwono XII dan Mangkunegara VIII memberikan kawat ucapan selamat kepada Bung Karno dan Bung Hatta. Bahasanya berada di belakang NKRI. Kemudian atas berkenannya beliau berdua mengakui NKRI dan bersamaan dengan Kasultanan dan Pakualam walaupun beda tanggal, Pak Karno membuat maklumat yang memberi keistimewaan,” jelasnya.

KOTA SOLO - Ikon kota Solo, patung Slamet Riyadi di kawasan Gladag, Solo, difoto beberapa waktu lalu. Mencuat kembali wacana pembentukan Daerah Istimewa Surakarta.
KOTA SOLO - Ikon kota Solo, patung Slamet Riyadi di kawasan Gladag, Solo, difoto beberapa waktu lalu. Mencuat kembali wacana pembentukan Daerah Istimewa Surakarta. (TribunSolo.com)

Setelah Piagam Kedudukan diterbitkan, dibentuklah kepanitiaan untuk menginisiasi Yogyakarta dan Surakarta menjadi daerah istimewa.

“Sistem pemerintahan mulai dibentuk secara perlahan-lahan. Salah satunya daerah itu disebut kota, provinsi, kabupaten, atau desa. Kemudian dibentuklah panitia untuk membentuk keistimewaan Yogyakarta dan Surakarta,” terangnya.

Sayangnya, Kasunanan dan Mangkunegaran ingin diakui sendiri-sendiri berikut wilayah kekuasaannya.

Hal inilah yang menjadi penyebab daerah istimewa gagal dibentuk.

“Saat itulah Yogyakarta berhasil membentuk keistimewaan antara Kesultanan dan Pakualam. Sementara di Solo Mangkunegaran tidak mau di bawah Kasunanan, Kasunanan juga tidak mau Mangkunegaran. Kasunanan mau berdiri sendiri, Mangkunegaran mau berdiri sendiri jadi provinsi,” ungkapnya.

Baca juga: Wacana Status Daerah Istimewa Surakarta, Pengamat: Jangan Jadi Gengsi Saja tapi Bisa Berikan Manfaat

Di wilayah ini muncul setidaknya 3 model pemerintahan yang masing-masing mengklaim yang paling sah memegang pemerintahan.

Akhirnya kepanitiaan pembentukan daerah istimewa dibekukan.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved