Gelar Pahlawan Soeharto

Pro Kontra Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ada Warga Karanganyar Menolak

Ada warga Karanganyar yang menolak Soeharto untuk dijadikan tokoh Pahlawan Nasional, ini lantaran beberapa isu HAM.

KOMPAS/JB SURATNO
POTRET SOEHARTO - Presiden ke-2 Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. Belakangan wacana Soeharto jadi pahlawan nasional kembali mencuat. (KOMPAS/JB SURATNO) 
Ringkasan Berita:
  • Wacana penobatan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional oleh Kementerian Kebudayaan RI menuai pro dan kontra di Karanganyar.
  • Warga Karanganyar, Yoseph Heriyanto, menolak wacana tersebut karena menilai masa kepemimpinan Soeharto penuh pelanggaran HAM, praktik KKN, dan monopoli ekonomi keluarga.
  • Yoseph meminta pemerintah mengkaji ulang secara objektif, sebab gelar pahlawan dianggap sebagai pengakuan moral dan sejarah, bukan penghargaan politik.

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto 

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Presiden ke-2 RI Soeharto diwacanakan akan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Kementerian Kebudayaan RI.

Wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Karanganyar.

Salah satu warga Karanganyar, Yoseph Heriyanto, menyatakan penolakannya terhadap rencana tersebut.

“Kalau sikap saya pribadi menolak (pengangkatan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional oleh Kemenbud RI),” kata Yoseph, Kamis (6/11/2025).

Yoseph menegaskan, penolakannya bukan karena faktor suka atau tidak suka terhadap Soeharto, melainkan karena banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa kepemimpinan Soeharto.

Baca juga: Di Karanganyar, Titiek Soeharto Akhirnya Buka Suara Soal Ayahnya Dinobatkan Jadi Pahlawan Nasional!

“Saya menolak bukan karena benci, tapi selama Soeharto menjadi presiden banyak kasus HAM yang terjadi akibat kepemimpinan yang otoriter. Selain itu, juga KKN yang melibatkan keluarganya serta penguasaan atau monopoli ekonomi oleh keluarga Soeharto,” ungkap Yoseph.

Ia meminta pemerintah pusat mengkaji ulang wacana tersebut secara hati-hati dan objektif.

Menurutnya, gelar Pahlawan Nasional bukan sekadar penghargaan politik, melainkan bentuk pengakuan moral dan sejarah.

Keuarga Soeharto Menyambut Baik

Wacana penobatan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 disambut hangat oleh pihak keluarga.

Putri keempat Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto, menyampaikan rasa syukur atas rencana pemerintah yang disebut telah mendapat dukungan luas dari berbagai pihak.

“Alhamdulillah, kami bersyukur dan keluarga bersyukur kalau pemerintah berkenan dengan dukungan masyarakat seluruhnya, berkenan untuk memberikan gelar pahlawan nasional untuk almarhum Pak Harto,” ujar Titiek saat meninjau SMP Kemala Bhayangkari dan SPPG Yayasan Kemala Bhayangkari, Jumat (7/11/2025).

SAMBUT HANGAT - Siti Hediati Hariyadi atau lebih dikenal dengan nama Titiek Soeharto, anak keempat dari Presiden ke-2 RI Soeharto dan Fatimah Siti Hartinah atau Tien Soeharto, usai mengecek SMP Kemala Bhayangkari dan SPPG Yayasan Kemala Bhayangkari, Jum'at (7/11/2025). Titiek menyambut hangat wacana penobatan sang ayah yakni Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025.
SAMBUT HANGAT - Siti Hediati Hariyadi atau lebih dikenal dengan nama Titiek Soeharto, anak keempat dari Presiden ke-2 RI Soeharto dan Fatimah Siti Hartinah atau Tien Soeharto, usai mengecek SMP Kemala Bhayangkari dan SPPG Yayasan Kemala Bhayangkari, Jum'at (7/11/2025). Titiek menyambut hangat wacana penobatan sang ayah yakni Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025. (TribunSolo.com/Mardon Widiyanto)

Titiek menyebut, mayoritas fraksi di DPR RI telah menyetujui wacana pemberian gelar tersebut.

“Semua fraksi di DPR RI sudah setuju kecuali mungkin satu fraksi yang lain,” singkatnya.

Meski menuai pro dan kontra di kalangan publik, pihak keluarga menilai gelar pahlawan nasional bagi Soeharto merupakan bentuk penghargaan atas pengabdian dan jasa-jasanya selama memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade.

Muncul Lagi di Era Prabowo

Belakangan, wacana menetapkan Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto menjadi pahlawan nasional kembali mencuat di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Diketahui, Prabowo Subianto pernah menjadi menantu Pak Harto.

Beberapa waktu ini, nama Soeharto masuk dan sembilan nama lainnya diusulkan untuk menjagi pahlawan nasional tahun 2025 oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret 2025.

Baca juga: Prabowo Bakal Umumkan Pengembalian Sistem Penjurusan di SMA : IPA, IPS, dan Bahasa

Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan, Soeharto diusulkan menjadi pahlawan nasional lewat provinsi Jawa Tengah, usul tersebut dilayangkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi setelah mendapatkan masukan dari masyarakat.

"Tentu awalnya adalah masukan dari gubernur. Gubernur mendapatkan masukan dari bupati, wali kota, yang sebelumnya bupati dan wali kota itu adalah masukan dari masyarakat lewat seminar dan lain sebagainya," ujar Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Minggu (20/4/2025) malam.

Ia mengatakan, untuk wacana yang diusulkan oleh Gubernur Jateng, nama Soeharto sudah dikaji terlebih dahulu yang melibatkan banyak pihak, termasuk sejarawan dan tokoh daerah.

 "Setelah seminar selesai, ada sejarawannya, ada tokoh-tokoh setempat, dan juga narasumber lain yang berkaitan dengan salah seorang tokoh yang diusulkan jadi pahlawan nasional. Setelah itu, nanti prosesnya naik ke atas, ke gubernur, ada seminar lagi, setelah itu baru ke kami," kata Saifullah.

Makam Soeharto di Karanganyar

Astana Giribangun yang berada di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi presiden kedua Indonesia, Soeharto, dan istrinya, Siti Hartinah atau lebih dikenal dengan Ibu Tien Soeharto.

Wafat pada 28 Januari 2008, Soeharto dikebumikan di samping makam Ibu Tien. Seperti diketahui, Ibu Tien lebih dulu berpulang pada 28 April 1996.

Sebelum dibangun menjadi kompleks permakaman keluarga, Astana Giribangun dulunya merupakan bukit.

Tempat itu mulai dibangun sebagai Astana Giribangun pada 1974 oleh Yayasan Mangadeg.

Proses pembangunan berlangsung sekitar dua tahun.

Baca juga: 5 Kuliner Legendaris di Solo Baru Sukoharjo Jawa Tengah, Ada yang Pernah jadi Langganan Soeharto

 Juru kunci Astana Giribangun, Sukirno, mengatakan, pembangunan kompleks makam ini bermula saat Ibu Tien menunjuk lokasi tersebut untuk perluasan Astana Mangadeg yang berada tak jauh dari Astana Giribangun.

Sebagai informasi, Astana Mangadeg merupakan makam Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I yang bernama lahir Raden Mas Said atau dikenal dengan julukan Pangeran Sambernyawa. Di Astana Mangadeg terdapat pula makam Mangkunegara II dan III.

Dulu, Ibu Tien dan Soeharto kerap berziarah ke Astana Mangadeg. Hal tersebut lantaran Ibu Tien merupakan keturunan KGPAA Mangkunegara III.

"Cikal bakal makam ini, bapaknya Ibu Tien yang wafat pada 1972. Karena ini belum ada, dulu dimakamkan di Istana Layu Solo. Setelah makam ini jadi, kerangkanya dipindah sini sebagai cikal bakal (makam pertama)," ujarnya, dikutip dari Tribun Jateng. (*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved