Oleh oleh Khas Sragen

Gurihnya Serundeng Lebos yang Kini Sedang Dikembangkan Jadi Oleh-oleh Khas Sragen

Serundeng lebos ini dibuat dengan bahan-bahan seperti kelapa setengah tua, tempe, ikan teri, bawang merah, bawang putih, dan kemiri.

TRIBUNSOLO.COM/Septiana Ayu
KULINER SRAGEN - Makanan srundeng lebos yang sedang dikembangkan warga Sragen menjadi oleh-oleh khas Sragen. 
Ringkasan Berita:
  • Sekelompok penggiat sejarah Sragen mengembangkan makanan tradisional lebos menjadi oleh-oleh khas daerah.
 
  • Melalui inovasi tim Ekspedisi Sukowati, lebos diolah menjadi serundeng lebos agar lebih awet dan tahan lama.
 
  • Serundeng lebos berbahan kelapa, tempe, ikan teri, dan bumbu tradisional ini diharapkan bisa menjadi ikon kuliner khas Sragen.

 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN – Sekumpulan penggiat sejarah di Kabupaten Sragen mencoba mengembangkan makanan tradisional lebos menjadi oleh-oleh khas Sragen.

Gagasan itu muncul saat para penggiat sejarah ini membedah naskah kuno untuk mencari jejak-jejak Pangeran Mangkubumi di wilayah Sukowati.

Ketua Pusat Studi Sukowati (Pastika), Lilik Mardiyanto, mengatakan di dalam babad disebutkan bahwa lebos merupakan makanan khas racikan Adipati Martapura.

“Untuk lebos sendiri, ciri khasnya Martapura kebetulan ada di wilayah Gabus, Kabupaten Grobogan, dan Gabus di Kecamatan Ngrampal, Sragen. Jadi, nama lokasinya sama-sama Gabus,” katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (8/11/2025).

“Makanan ini adalah makanan tradisional, bersifat basah, dan dibuat dari daun pohon ketela. Ada bumbu-bumbu lain, kelapa, ikan asin, dan isi-isiannya. Daun ketela ini ditumbuk terlebih dahulu,” tambahnya.

Lanjutnya, salah satu tim dari Ekspedisi Sukowati, yakni Sri Maryatun, mencoba menyempurnakan makanan tradisional tersebut.

Baca juga: Ada yang Tak Memenuhi Syarat, Kontrak 91 PPPK di Sragen Tak Diperpanjang untuk Tahun 2026

Agar bisa dijadikan makanan khas atau oleh-oleh, lebos ini harus diracik supaya awet dan tahan lama.

“Maka beliau mempraktikkan, dan pada hari ini berhasil menjadi serundeng lebos. Ini masih perlu kajian, karena kami masih meneliti makanan ini akan tahan berapa lama,” jelasnya.

“Andai dalam kedap udara bisa tahan berbulan-bulan, maka bukan tidak mungkin ini bisa jadi oleh-oleh khas Sragen juga. Jadi, pada intinya kegiatan ini untuk kerakyatannya, kesejahteraan rakyat, bukan untuk pribadi,” tambahnya.

Terpisah, Sri Maryatun menjelaskan serundeng lebos ini dibuat dengan bahan-bahan seperti kelapa setengah tua, tempe, ikan teri, serta bumbu-bumbu berupa bawang merah, bawang putih, dan kemiri.

Dalam racikannya, ia memakai dua jenis tempe, yakni tempe biasa yang digoreng, serta tempe basi atau bosok sebagai penyedap.

Ada alasan tersendiri mengapa penyedap makanan dipilih tempe bosok.

Menurut Sri Maryatun, dari cerita orang tuanya, tempe bosok disebut dapat menghilangkan cacingan di dalam perut.

“Tempenya saya goreng biar lebih krispi, terinya juga saya goreng. Terus bumbunya dihaluskan, dikasih air sedikit, pakai gula Jawa. Sesudah itu dimasak sampai mendidih, lalu dimasukkan parutan kelapa. Saat proses merebus itu boleh dengan api besar,” jelasnya.

“Tapi setelah setengah kering, apinya kecil. Kalau dulu masih pakai kompor kayu, wajan ditaruh di belakang, jadi dipanaskan pakai bara, lalu sering dibolak-balik. Setelah kering, bahan tempe goreng dan teri dimasukkan, lalu dioseng terus,” tambahnya.

Baca juga: Jejak Pangeran Mangkubumi di Wilayah Sragen dalam Bedah Naskah Kuno Babad Giyanti jilid XVII - XXI

Menurutnya, isian dari lebos ini bisa bervariasi, bisa menggunakan daun ketela atau daun lain yang bisa kering saat dimasak.

Seperti halnya makanan serupa di Kecamatan Gesi, lebos dibuat dengan memakai daun singkong.

“Isinya bervariasi. Agar tingkat kekeringan maksimal, saya ambilnya tempe dan ikan teri. Untuk tempe dan teri kan semua orang suka. Kalau pakai daun singkong atau apa, mungkin ada yang tidak suka, jadi saya ambil yang tengah-tengah,” ujarnya.

“Disajikan untuk lauk, tapi kadang juga untuk camilan. Kalau pengemasan (packing)-nya benar, dalam satu bulan itu tidak basi. Karena teksturnya kering, mungkin bisa tahan 1 sampai 2 bulan,” pungkasnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved