Makan Bergizi Gratis di Solo

Imbas Limbah Cemari Saluran Air Warga, Dapur SPPG Banyuanyar 3 Solo Berhenti Beroperasi

SPPG Banyuanyar 3 berhenti beroperasi, ini buntut dari limbang yang disebut mencemari saluran air warga.

|
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
RENOVASI. Perbaikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Banyuanyar 3. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Banyuanyar 3 berhenti beroperasi buntut dari limbah sisa cucian yang mencemari saluran air warga.

Ini dikatakan Wakil Satgas Makan Bergizi Gratis (MBG) Kota Solo, Purwanti.

Penghentian operasi dilakukan sejak Minggu (26/10/2025) untuk memperbaiki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

“Mereka masih renovasi IPAL. Untuk antisipasi supaya tidak ada pencemaran, sementara kami hentikan dulu agar mereka bisa melakukan perbaikan,” jelasnya saat ditemui di Bale Tawangpraja, Senin (27/10/2025).

Ia menjelaskan, jika renovasi IPAL sudah selesai dan dipastikan tidak ada lagi limbah yang mencemari saluran air warga, maka dapur SPPG bisa kembali beroperasi.

“Sampai selesai itu (renovasi). Kemarin sudah mulai dikerjakan. Setelah IPAL berfungsi, mereka bisa beroperasi lagi,” tutur Purwanti.

Baca juga: Tak Ada Jaminan, Warga Khawatir Dampak Lingkungan Dapur SPPG Sekitar Rumah Gibran di Solo

Menurutnya, keberadaan IPAL memang wajib dimiliki oleh setiap SPPG agar limbah sisa cucian tidak mencemari lingkungan warga.

“IPAL itu menampung limbah cair dari proses pencucian. Tujuannya supaya tidak mencemari lingkungan. Setiap SPPG memang harus memiliki IPAL sesuai standar,” tegas Purwanti.

Sebelumnya, salah satu pengurus RT 1 RW 6 Banyuanyar, Sumarman, mengungkapkan bahwa sejumlah warga telah mencium bau tidak sedap selama sekitar sebulan terakhir.

Setidaknya ada 10 rumah yang terdampak akibat limbah tersebut.

“Limbah itu meluap ke saluran warga. Selama sebulan terakhir baunya sangat menyengat. Kalau yang terdampak langsung, ya di sekitar saluran ini, mengalir ke arah timur, kira-kira ada 10 sampai 20 rumah,” jelasnya saat dihubungi Senin (20/10/2025) lalu. 

Tentang SPPL

Istilah Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) jadi sorotan di Solo

Ini setelah mencuatnya kasus dugaan pencemaran limbah SPPG Banyuanyar 3 ke publik.

SPPL ini merupakan salah satu bagian yang perlu dimiliki Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). 

Apa itu SPPL?

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surakarta, Agung Riyadi mengatakan, SPPL merupakan bagian dari sistem perizinan lingkungan untuk bangunan dengan luas lahan kurang dari 5.000 meter persegi.

Sementara bangunan dengan luas 5.000–10.000 meter persegi wajib mengantongi UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), dan bangunan di atas 10.000 meter persegi diwajibkan memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

“Kalau di DLH, izinnya dibagi jadi tiga kategori. Lahan di atas 10.000 meter persegi wajib AMDAL, 5.000–10.000 meter persegi wajib UKL-UPL, dan di bawah 5.000 meter persegi cukup SPPL, yaitu Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan,” terangnya.

Diajukan Sebelum Operasional Dimulai

Menurutnya, dapur SPPG umumnya hanya membutuhkan SPPL karena luas bangunan relatif kecil dan termasuk jenis usaha dengan kriteria ringan.

“SPPL ini diperlukan karena bangunan dan jenis usahanya masuk kriteria ringan,” ujarnya.

Agung menambahkan, secara ideal SPPL diajukan sebelum kegiatan operasional dimulai, bersamaan dengan perizinan lain seperti Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS) dan dokumen perizinan pendukung lainnya.

“Idealnya, sebelum membangun atau beroperasi, semua izin sudah lengkap, termasuk izin sanitasi dan SPPL. Ini menjadi salah satu dokumen penting yang harus dilengkapi,” jelasnya.

Baca juga: Protes Limbah MBG di Solo, SPPG Banyuanyar 3 Masih Beroperasi Meski IPAL Belum Selesai Diperbaiki

DLH pun mendorong sekitar 17 dapur SPPG yang telah beroperasi di Kota Solo untuk segera melengkapi izin lingkungan tersebut. Ia menyebut proses pengajuan SPPL tergolong mudah.

“Kami sudah mengumpulkan pengelola SPPG untuk segera melengkapi perizinan. Prosesnya mudah, cukup melalui OSS. Jika persyaratannya lengkap, surat bisa langsung terbit saat itu juga,” katanya.

Meski pengajuan dilakukan setelah beroperasi, DLH tetap mendorong agar seluruh SPPG segera mengurus dokumen tersebut untuk mencegah dampak lingkungan di kemudian hari.

“Kalau kendala sebenarnya tidak ada. Program ini kan bagian dari percepatan pembangunan. Banyak yang langsung menjalankan kegiatan tanpa mengetahui persyaratan administratifnya. Sekarang kami dorong agar segera dilengkapi,” pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved