Raja Keraton Solo Meninggal Dunia

Selasa Kliwon Tanpa Tarian Sakral di Keraton Solo, Ketika Alunan Gendhing Mengemuka di Tengah Duka

Biasanya, alunan gendhing Bedhaya Ketawang berpadu dengan gerak anggun sembilan penari sakral di Bangsal Prabayeksa.

|
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
TAK ADA TARIAN - Tarian Bedhaya Ketawang yang disuguhkan di Tingalan Dalem Jumenengan Ke-19 Pakubuwono XIII. Latihan rutin tarian Bedhaya Ketawang di Keraton Solo tiap Selasa Kliwon ditiadakan karena wafatnya Sinuhun Pakubuwono XIII. Meski tak ada tarian, namun alunan gendhing tetap diperdengarkan di Bangsal Prabayeksa. 

Ringkasan Berita:
  • Suasana Selasa Kliwon di Keraton Solo berbeda dari biasanya, latihan rutin tarian sakral Bedhaya Ketawang hanya menampilkan lantunan gendhing tanpa tarian karena suasana duka atas wafatnya Sinuhun Pakubuwono XIII.
  • KPH Eddy Wirabhumi menyebut latihan tetap digelar demi menjaga tradisi, namun tanpa penari karena di keraton masih ada jenazah.
  • Bedhaya Ketawang tetap dilantunkan sebagai bentuk doa dan penghormatan terakhir bagi sang raja.

 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Selasa Kliwon ini terasa berbeda di Keraton Kasunanan Surakarta.

Biasanya, alunan gendhing Bedhaya Ketawang berpadu dengan gerak anggun sembilan penari sakral di Bangsal Prabayeksa.

Namun pagi ini, hanya lantunan gendhing yang mengalun lirih, tanpa satu pun langkah tari yang mengiringi.

Suara gamelan terdengar sendu, seolah turut berduka atas kepergian sang raja, Sinuhun Pakubuwono XIII.

PERSEMAYAMAN - Suasana persemayaman mendiang Sinuhun Pakubuwono XIII di Keraton Solo, Senin (3/11/2025).  Teka-teki penerus tahta mendiang Sinuhun Pakububuwono XIII masih belum terjawab
PERSEMAYAMAN - Suasana persemayaman mendiang Sinuhun Pakubuwono XIII di Keraton Solo, Senin (3/11/2025). Teka-teki penerus tahta mendiang Sinuhun Pakububuwono XIII masih belum terjawab (TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin)

Kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, menjelaskan bahwa latihan rutin Bedhaya Ketawang kali ini dijalankan tanpa tarian, menyesuaikan suasana duka di lingkungan keraton.

“Di hari Selasa Kliwon biasanya Bedhaya Ketawang, karena ada jenazah di situ tarinya dihilangkan, gendingnya dilantunkan,” kata Eddy, Senin (3/11/2025).

Meski demikian, tradisi tetap dijaga.

Lantunan gendhing tetap diperdengarkan karena Bedhaya Ketawang dianggap sebagai bagian penting dari kelangsungan adat dan spiritualitas keraton.

Baca juga: Hari Terakhir Takziah Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII, Pelayat Padati Lokasi Persemayaman

“Bedhaya Ketawang apa pun suasananya tetap harus digelar. Walaupun suasana duka di satu sisi, tapi karena itu bagian terpenting memang harus selalu diadakan. Kebetulan beliau meninggal mendekati Selasa Kliwon. Di sisi sana ada jenazah, rasanya tidak elok ada yang menari walaupun itu bagian terpenting,” lanjut Eddy.

Bedhaya Ketawang bukan sekadar tarian, melainkan simbol hubungan sakral antara raja dan Kanjeng Ratu Kidul.

Biasanya digelar dalam peringatan naik tahta raja, latihan rutin ini dilakukan setiap Selasa Kliwon untuk menjaga kesinambungan tradisi.

Namun kali ini, di tengah suasana berkabung, keraton memilih hening.

Baca juga: HARAPAN di Balik Wafatnya Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII : Tak Ada Dualisme dan Perebutan Tahta

Gendhing tetap mengalun, membawa doa dan penghormatan terakhir bagi Sinuhun Pakubuwono XIII, yang wafat pada Minggu (2/11/2025) di Rumah Sakit Indriati.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved