Fakta Menarik Tentang Solo
Kenapa Pria Solo Simpan Keris di Belakang saat Pakai Baju Adat? Ternyata Ini Alasan dan Maknanya
Orang Solo meyakini, keris bukan alat untuk menyerang, tetapi lambang kemampuan untuk menahan diri.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Dalam konteks kerajaan, posisi keris di belakang juga menunjukkan bahwa negeri dalam keadaan damai.
Baca juga: Dari Benteng hingga Kauman, Kenapa Solo dan Jogja Punya Banyak Kemiripan? Inilah Asal-usulnya
Saat seorang abdi dalem atau bupati menghadap raja dengan keris di belakang, itu pertanda kepatuhan dan penghormatan.
Tidak ada ancaman, tidak ada niat berperang, semuanya tunduk pada tata krama dan harmoni.
Keris di Depan: Tanda Perlawanan dan Kesiapan Mati
Namun, ada pula kondisi ketika keris dikenakan di depan, tepat di bagian perut.
Posisi ini disebut “sikep”.
Dalam tradisi Solo dan Mataram, gaya ini biasanya hanya digunakan oleh tokoh spiritual atau pejuang yang tengah berada dalam suasana perang batin maupun fisik.
Seperti terlihat pada lukisan Pangeran Diponegoro atau Tuanku Imam Bonjol.
Hal itu tanda bahwa mereka siap mati membela keyakinannya.
Baca juga: Kenapa Rasa Makanan di Solo Cenderung Manis? Pengaruh Sistem Tanam Paksa saat Penjajahan Belanda
Bagi masyarakat Solo, keris di depan bukan untuk gaya, melainkan pernyataan sikap.
Ia berarti perlawanan terhadap kekuasaan yang dianggap tidak adil.
Pada masa kerajaan, seorang bangsawan yang mengenakan keris di depan menandakan bahwa ia sedang dalam posisi menentang atau melawan perintah raja.
Dengan kata lain, posisi keris bisa menjadi bahasa tubuh politik: di belakang berarti patuh, di depan berarti berani menantang.
Keris di Samping: Antara Kesiapsiagaan dan Mobilitas
Selain di belakang dan depan, posisi keris juga bisa di samping, khususnya bagi prajurit atau penunggang kuda.
Cara ini disebut di-sothe, yakni keris diselipkan di sisi pinggang agar mudah dicabut bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Ada pula posisi ngewal, ketika gagang keris miring ke kiri.
Posisi ini kerap digunakan oleh pasukan pemanah atau mereka yang membawa senjata tambahan di sisi kanan.
Di lingkungan keraton Surakarta, gaya seperti ini lazim ditemukan dalam arak-arakan prajurit pada acara resmi.
(*)
| Asal-usul Monumen Setya Bhakti di Sriwedari, Berisi Makam 23 Pejuang Solo yang Berani Lawan Belanda |
|
|---|
| Asal-usul Kampung Gandekan di Solo : Nama Diambil dari Abdi Dalem, Dulu Pelabuhan Kuno yang Sibuk |
|
|---|
| Asal-usul Gapura Gading Selatan Keraton Solo: Dipugar PB X, Jalur Sakral yang Dilalui Mendiang Raja |
|
|---|
| Cara Masuk Sakalasastra Perpustakaan BI Bank Indonesia Solo, Gratis Masuk dan Gratis Parkir |
|
|---|
| Mitos Sasana Sewaka, Titik Sakral Keraton Solo yang jadi Tempat Sinuhun Semedi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.