Fakta Menarik Tentang Solo
Asal-usul Gapura Gading Selatan Keraton Solo: Dipugar PB X, Jalur Sakral yang Dilalui Mendiang Raja
Konon katanya, tempat ini menyimpan filosofi mendalam tentang kehidupan, kematian, dan perjalanan spiritual manusia.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Gapura Gading di Keraton Surakarta merupakan gerbang selatan yang melambangkan akhir kehidupan dan menjadi jalur prosesi pemakaman raja menuju Imogiri.
- Tradisi ini berpijak pada filosofi Jawa Sangkan Paraning Dumadi dan konsep Purwadaksina, di mana arah selatan melambangkan kembalinya jiwa ke Sang Pencipta.
- Gapura Gading dipugar oleh Pakubuwono X (1938) sebagai bagian dari pelestarian warisan budaya dan spiritual Keraton Surakarta.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Surakarta atau Solo tak hanya dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa, tetapi juga sebagai tempat bersemayamnya simbol-simbol sejarah yang sarat makna.
Salah satunya adalah Gapura Gading, gerbang selatan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Lokasinya sendiri ada di di Jalan Brigjen Sudiarto No.11-19, Danukusuman, Serengan, Solo, Jawa Tengah.
Konon katanya, tempat ini menyimpan filosofi mendalam tentang kehidupan, kematian, dan perjalanan spiritual manusia.
Baca juga: Sosok Tedjowulan yang Klaim Jadi Ad Interim Gantikan PB XIII, Pernah Dinas di Kodam Siliwangi
Filosofi Gapura Gading
Dalam tradisi Jawa, arah selatan selalu dihubungkan dengan akhir kehidupan dan kembalinya manusia kepada Sang Pencipta.
Gapura Gading menjadi jalur yang dilalui jenazah raja menuju makam raja-raja di Imogiri, Yogyakarta.
Prosesi ini dikenal sebagai ratapralaya, melambangkan perjalanan terakhir seorang raja meninggalkan dunia fana menuju alam suwung, keheningan abadi.
Peneliti Sraddha Institute, Rendra Agusta, menjelaskan bahwa pemilihan jalur selatan merupakan pelestarian tradisi kuno Purwadaksina, di mana selatan (daksina) melambangkan akhir kehidupan.
Sementara KPH Eddy Wirabhumi menambahkan, Alun-alun Selatan dan Gapura Gading adalah simbol ruang spiritual tempat jiwa manusia melepas raga.
Baca juga: Asal-usul Bangsal Maligi, Tempat Persemayaman Terakhir Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII yang Sakral
Pakubuwono X dan Pemugaran Gapura Gading
Fungsi dan kesakralan Gapura Gading tak bisa dilepaskan dari kebijakan Pakubuwono X (1893–1939), raja terbesar dalam sejarah Surakarta.
Pada tahun 1938, ia memugar Gapura Gading sebagai bagian dari proyek “Margi Tri Gapuraning Ratu,” bersama Gapura Batangan dan Gapura Klewer.
Pakubuwono X dikenal sebagai raja progresif yang menyeimbangkan tradisi dan modernisasi.
Ia juga mendirikan sekolah Mambaul Ulum serta mendukung gerakan nasional seperti Sarekat Islam, menjadikannya simbol kebijaksanaan sekaligus pembaharu dalam sejarah Surakarta.
Baca juga: Asal-usul Pura Candi Untarayana Klaten : Berdiri di Atas Tanah Wingit, Dulu Tempat Bertapa Aji Saka
Tradisi yang Terus Hidup
Tradisi sakral melewati Gapura Gading terus berlanjut hingga kini.
| Cara Masuk Sakalasastra Perpustakaan BI Bank Indonesia Solo, Gratis Masuk dan Gratis Parkir |
|
|---|
| Mitos Sasana Sewaka, Titik Sakral Keraton Solo yang jadi Tempat Sinuhun Semedi |
|
|---|
| Sejarah Busana Pengantin Dodotan Solo Basahan yang Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Takbenda |
|
|---|
| Mengenal Sejarah dan Fungsi Samir, Selempang yang Wajib Dikenakan Pengunjung Saat Masuk Keraton Solo |
|
|---|
| Sejarah Pasar Klithikan Notoharjo Solo, Dari Lokalisasi Silir hingga Jadi Pusat Barang Bekas Populer |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.