Sejarah di Kota Solo
Asal-usul Kelurahan Semanggi Solo: Nama Diambil dari Tumbuhan Rawa, Ada Jejak Dermaga yang Hilang
Karena keunikan dan kelimpahannya, masyarakat sekitar pun menamai daerah itu dengan sebutan Semanggi.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Kelurahan Semanggi di Pasar Kliwon, Solo, memiliki sejarah panjang sebagai kawasan strategis di tepi Bengawan Solo dengan perpaduan budaya Jawa dan Arab yang kuat.
- Nama “Semanggi” berasal dari tumbuhan rawa semanggi yang dulu tumbuh subur di wilayah tersebut dan menjadi penanda geografis alami kawasan.
- Pada masa Mataram Kuno, Semanggi dikenal sebagai bandar sungai bernama Waluyu, pusat perdagangan dan pelayaran penting yang kini dikenang lewat Taman Bandar Semanggi.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kelurahan Semanggi adalah salah satu dari 54 kelurahan di Kota Solo, Jawa Tengah
Wilayah ini terletak di ujung tenggara kota, termasuk dalam Kecamatan Pasar Kliwon, dan dikenal sebagai kawasan dengan perpaduan budaya Jawa dan Arab yang kuat.
Berdasarkan data tahun 2020, jumlah penduduk Semanggi mencapai lebih dari 23 ribu jiwa, dengan kehidupan sosial yang padat dan relasi kekeluargaan yang erat.
Baca juga: Asal-usul Kelurahan Gajahan di Solo : Dulu Tempat Kandang Gajah Milik Keraton Era Pakubuwono II
Namun, di balik padatnya pemukiman modern hari ini, nama “Semanggi” menyimpan kisah panjang yang berakar dari sejarah geografis, budaya, dan perdagangan di masa lalu.
Asal-usul Nama Semanggi
Nama “Semanggi” berasal dari tumbuhan air semanggi (Hydrocotyle sibthorpioides), tanaman rawa yang dulu banyak tumbuh di daerah aliran Sungai Bengawan Solo.
Daun kecil berkelopak empat itu tumbuh subur di wilayah timur Semanggi yang dulunya merupakan kawasan rawa-rawa luas.
Karena keunikan dan kelimpahannya, masyarakat sekitar pun menamai daerah itu dengan sebutan Semanggi.
Namun, penamaan tersebut bukan sekadar berdasarkan tumbuhan.
Baca juga: Asal-usul Monumen Setya Bhakti di Sriwedari, Berisi Makam 23 Pejuang Solo yang Berani Lawan Belanda
Dalam beberapa naskah kuno, disebutkan bahwa sebelum dikenal sebagai Bengawan Solo, sungai besar yang mengalir di sisi timur kota ini justru disebut Bengawan Semanggi.
Artinya, kawasan Semanggi sudah lebih dulu dikenal sebagai daerah penting di sepanjang aliran sungai, bahkan sebelum munculnya nama-nama wilayah modern di Surakarta.
Bandar Kuno Waluyu: Cikal Bakal Semanggi
Pada masa Mataram Kuno, kawasan Semanggi dikenal pula dengan sebutan Waluyu, yang berarti “penyeberangan” atau “dermaga paling hulu”.
Nama ini menunjukkan fungsi vital Semanggi sebagai bandar sungai, tempat kapal-kapal berlabuh dan aktivitas perdagangan berlangsung.
Letak geografisnya yang langsung berbatasan dengan Sungai Bengawan Solo menjadikan wilayah ini strategis sebagai pintu keluar dan masuk jalur perdagangan antara daerah pedalaman Jawa dan wilayah pesisir. Kapal-kapal besar dari Majapahit,
Madura, dan kawasan pesisir utara Jawa kerap berlabuh di Bandar Semanggi untuk membawa berbagai komoditas seperti garam, ikan, dan hasil bumi.
Baca juga: Asal-usul Nama Desa Ngrombo Sukoharjo yang Dikenal sebagai Kampung Gitar, Berasal dari Bahasa Jawa
Dari pelabuhan inilah, barang-barang dagangan kemudian diangkut menggunakan perahu-perahu kecil yang menyusuri anak-anak sungai seperti Kali Pepe, Kali Jenes, dan sungai-sungai lain yang bermuara di jantung Kota Solo.
Aktivitas ini menjadikan Semanggi sebagai salah satu pusat perdagangan sungai terbesar di wilayah Mataram bagian tengah.
Pusat Pertemuan Budaya dan Militer
Fungsi Semanggi tidak hanya terbatas pada perdagangan.
Pada masa Kasunanan Kartasura (1680–1742), kawasan ini juga menjadi lokasi penting dalam hubungan politik dan militer.
Para Bupati Madura yang berkunjung ke Kartasura berlabuh di Semanggi.
Di tepi sungai, pasukan Madura mendirikan barak-barak sementara, yang kemudian dikenal dengan nama Kampung Sampangan, sebuah kampung yang hingga kini masih menjadi bagian dari Kelurahan Semanggi.
Ketika Keraton Kasunanan Kartasura berpindah ke Desa Sala (yang kemudian dikenal sebagai Surakarta), sebagian penduduk Sala lama direlokasi ke Semanggi dan Baturana.
Proses ini menandai awal mula pembentukan permukiman padat di Semanggi seperti yang terlihat sekarang.
Baca juga: Asal-usul Nama Kecamatan Cawas di Klaten: Ada 3 Versi Legenda, Salah Satunya Ucapan Sunan Kalijaga
Peran Strategis dalam Sejarah Jawa
Selain perniagaan, Semanggi juga memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah politik Jawa.
Saat Sultan Agung memerintah Mataram, terjadi pemberontakan oleh Tumenggung Tambakbaya, Bupati Pajang. Setelah pasukannya kalah, ia melarikan diri melalui Bengawan Semanggi menuju Surabaya.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa sungai tersebut bukan hanya jalur dagang, melainkan juga jalur strategis militer dan pelarian politik.
Pada masa Paku Buwono IV, V, dan VII, fungsi Semanggi sebagai dermaga dan pusat perdagangan tetap berlanjut.
Kehidupan sosial dan ekonomi di daerah ini berkembang pesat, menjadikannya titik pertemuan antara masyarakat pedalaman dan pelaku maritim dari luar wilayah.
Baca juga: Asal-usul Pura Candi Untarayana Klaten : Berdiri di Atas Tanah Wingit, Dulu Tempat Bertapa Aji Saka
Jejak yang Mulai Menghilang
Sayangnya, jejak fisik Bandar Semanggi kini sudah sulit ditemukan.
Perubahan tata kota, sedimentasi sungai, dan pembangunan modern membuat peninggalan sejarahnya nyaris hilang.
Tidak ada lagi struktur pelabuhan atau bangunan kuno yang tersisa.
Namun, menurut catatan resmi Pemerintah Kota Surakarta, lokasi bekas bandar tersebut diyakini masih dapat dikenali di sekitar Kampung Semanggi, tepatnya di bawah Jembatan Kyai Mojo, Pasar Kliwon.
Untuk mengenang kejayaan masa lalu itu, pemerintah kota membangun Taman Bandar Semanggi, lengkap dengan replika kapal sebagai simbol dermaga dan aktivitas pelayaran tempo dulu.
Kini, taman tersebut menjadi ruang publik bagi warga sekitar, tempat anak-anak bermain dan masyarakat bersosialisasi sambil tetap menjaga memori sejarah yang tersisa.
Selain Semanggi, kawasan sekitar juga menyimpan kenangan lain seperti Bandar Nusupan di Kadokan, Grogol, Sukoharjo.
Di sana dulu pernah ditemukan tonggak-tonggak kayu jati di tepi sungai yang berfungsi sebagai pengikat kapal.
Namun, seiring waktu, tonggak itu hilang terkikis usia dan arus Bengawan Solo.
(*)
| Asal-usul Kelurahan Gajahan di Solo : Dulu Tempat Kandang Gajah Milik Keraton Era Pakubuwono II |
|
|---|
| Asal-usul Pasar Harjodaksino Solo: Nama Diambil dari Tokoh Lokal, tapi Lebih Dikenal Pasar Gemblegan |
|
|---|
| Kenapa Soto jadi Menu Favorit Sarapan Warga Solo Raya? Begini Sejarahnya, Bermula dari Abad ke-19 |
|
|---|
| Sering Disebut Kembar, Ini Perbedaan Solo dan Yogyakarta : dari Arsitektur Keraton sampai Wayangnya |
|
|---|
| Asal-usul Banjarsari, Kecamatan yang jadi Pusat Aktivitas Ekonomi dan Wisata di Kota Solo |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Kantor-Kepala-Desa-Semanggi-di-Kecamatan-Pasar-Kliwon-Solo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.