Perebutan Tahta Keraton Solo

Soal Kisruh Suksesi Keraton Solo, Pegiat Sejarah Ingatkan Soal Etika dan Adab

Pengamat mengingatkan soal kisruh suksesi Keraton Solo. Dia menyebut harus mengedepankan adab dan etika.

Penulis: Tri Widodo | Editor: Ryantono Puji Santoso
TribunSolo.com/Mardon Widiyanto
KERATON SOLO - Suasana Keraton Solo pasca meninggalnya Sinuhun Pakubuwono XIII, Minggu (2/11/2025). Kini terjadi kisruh Suksesi. 

Menurut Surojo, prinsip dasar dalam keraton adalah mufakat dan kebersamaan antarkeluarga besar Dinasti Mataram Surakarta.

“Karena milik dinasti, seluruh keluarga perwakilan dalam dinasti berembuk. Itu yang harus dipegang agar marwah keraton tetap terjaga,” pungkasnya.

Titah Raja Mutlak

Dalam adat Keraton Kasunanan Surakarta, keputusan seorang raja adalah titah mutlak.

Hal itu ditegaskan GKR Timoer Rumbaikusuma Dewayani, putri dari Sinuhun Pakubuwono XIII yang belum lama wafat, saat menanggapi perdebatan soal keabsahan pengangkatan BRAy Asih Winarni menjadi GKR Pakubuwono XIII.

Menurut GKR Timoer, persoalan adat terkait pengangkatan permaisuri sepenuhnya merupakan hak prerogatif raja yang tengah bertahta.

Baca juga: GKR Timoer Beberkan Rencana Penobatan Raja Keraton Solo yang Baru : Sedang Kami Cari Hari Baiknya

“Istilah untuk ini melanggar adat itu sebenarnya dari keputusan raja ketika bertahta. Jadi semua itu menurut saya adalah absolut kemauan raja itu sendiri,” jelasnya, Kamis (6/11/2025).

Putri tertua almarhum Pakubuwono XIII itu juga menegaskan bahwa pengangkatan permaisuri dari kalangan selir atau bahkan abdi dalem bukan hal baru di lingkungan keraton.

“Ibu (GKR Pakubuwono XIII) ini kan dari selir kemudian diangkat menjadi permaisuri dan itu banyak terjadi di era PB yang lain. PB IX itu permaisurinya GKR Pakubuwono meninggal, kemudian beliau punya selir yang bernama Raden Larasati kalau enggak salah. Karena beliau ingin mengangkat permaisuri, diangkatlah menjadi permaisuri,” ungkapnya.

Ia menambahkan, sejarah mencatat banyak contoh serupa.

“Seperti halnya Kanjeng Ratu Beruk dulunya abdi dalem keraton yang kemudian diangkat menjadi permaisuri. Jadi sebenarnya kalau saya melihat dari beberapa sejarah, sepertinya kalau untuk masalah pengangkatan permaisuri itu saya lebih melihat keabsolutan titah raja itu sendiri. Karena di setiap era itu beda,” tutur GKR Timoer.

Sementara itu, di tengah perdebatan soal adat, keluarga besar Keraton Kasunanan masih diselimuti suasana duka.

Saat ini mereka tengah mempersiapkan prosesi tahlilan tujuh harian wafatnya Sinuhun Pakubuwono XIII yang digelar di Sasana Parasdya, tempat jenazah Sang Raja disemayamkan sebelumnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved