Sejarah di Kota Solo
Perbedaan Sala, Solo, dan Surakarta yang Wajib Diketahui, Ternyata Ada Campur Tangan Belanda
Untuk memahami perbedaan Solo dan Surakarta, kita perlu menelusuri sejarah berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Solo, Surakarta, dan Sala merujuk pada wilayah yang sama; perbedaan hanya pada sejarah penyebutan. Sala adalah nama asli desa tempat Keraton Surakarta dibangun pada 1745 setelah bedol keraton dari Kartasura.
- “Solo” muncul karena orang Belanda sulit melafalkan “Sala”, lalu menjadi nama populer dalam percakapan dan branding kota.
- “Surakarta” adalah nama resmi administratif yang dipakai pemerintah hingga saat ini.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Apakah Solo dan Surakarta itu berbeda?
Pertanyaan ini mungkin sering terlintas di pikiran orang-orang luar Kota Solo, atau bahkan orang yang tinggal di Solo itu sendiri.
Selama ini sepengalaman TribunSolo.com, sering menjumpai wisatawan yang baru berkunjung melontarkan pertanyaan serupa.
Baca juga: Kenapa Bajaj Maxride Harus Plat Kuning dan Tak Bisa Disamakan Ojol? Ini Penjelasan Resmi Dishub Solo
Mereka bertanya-tanya apakah Surakarta sama dengan Solo, atau apakah keduanya adalah kota yang berbeda?
Artikel ini akan mengulas secara lengkap sejarah, asal-usul nama, hingga perbedaan penggunaan Solo dan Surakarta.
Sejarah Kelahiran Surakarta
Untuk memahami perbedaan Solo dan Surakarta, kita perlu menelusuri sejarah berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.
Mengutip berbagai sumber, kelahiran Kota Surakarta tidak lepas dari perjalanan panjang Kerajaan Mataram Islam yang beberapa kali memindahkan pusat pemerintahan.
Ketika Amangkurat II naik takhta, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Wanakerta yang kemudian disebut Kartasura.
Namun, keraton ini hancur pada 1740 akibat peristiwa Geger Pecinan, pemberontakan etnis Tionghoa yang terjadi karena Pakubuwono II dianggap berpihak kepada VOC.
Baca juga: Asal-usul Desa Balerante di Kemalang Klaten : dari Legenda Rantai Besi, kini jadi Desa Wisata
Pasca kekacauan itu, Pakubuwono II memutuskan memindahkan keraton ke Desa Sala, sebuah wilayah strategis di tepi Bengawan Solo.
Keraton Surakarta resmi ditempati pada 17 Februari 1745, menandai kelahiran pusat pemerintahan baru. Peristiwa pindahnya keraton ini dikenal sebagai bedol keraton.
Seiring waktu, Desa Sala berkembang menjadi kota besar yang kini dikenal sebagai Surakarta.
Dari Sala Menjadi Solo
Nama Solo sebenarnya berakar dari nama asli wilayah tersebut: Desa Sala.
Menurut keterangan Prof. Warto, Guru Besar Sejarah UNS, nama “Sala” adalah penyebutan awal yang sesuai dengan sejarah dan aksara Jawa.
| Serupa Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Wayang Solo dan Wayang Jogja, Bisa Dilihat Secara Kasat Mata |
|
|---|
| Asal-usul Ponten Ngebrusan Solo: Jejak Arsitektur Kolonial dan Revolusi Hidup Sehat di Kota Bengawan |
|
|---|
| Asal-usul Kelurahan Semanggi Solo: Nama Diambil dari Tumbuhan Rawa, Ada Jejak Dermaga yang Hilang |
|
|---|
| Asal-usul Kelurahan Gajahan di Solo : Dulu Tempat Kandang Gajah Milik Keraton Era Pakubuwono II |
|
|---|
| Asal-usul Pasar Harjodaksino Solo: Nama Diambil dari Tokoh Lokal, tapi Lebih Dikenal Pasar Gemblegan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Tulisan-I-Love-Solo-di-kawasan-Stadion-Sriwedari.jpg)