Sejarah Kuliner Legendaris
Sejarah Kolak Pisang, Kuliner Khas Ramadhan yang Legendaris di Solo, Ternyata Dikenalkan Wali Songo
Perpaduan rasa manis gula merah, gurihnya santan, dan lembutnya pisang membuat hidangan ini selalu menggugah selera.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Kolak pisang menjadi sajian khas buka puasa di Solo Raya dengan cita rasa manis dan gurih yang memiliki sejarah panjang sejak masa kolonial serta makna religius dalam penyebaran Islam oleh Wali Songo.
- Filosofi kolak pisang mengajak umat untuk introspeksi diri; pisang berarti penyesalan, ubi melambangkan penguburan dosa, dan santan bermakna permohonan maaf.
- Di Solo, Warung Es Pak Tomik di Laweyan terkenal menyajikan kolak pisang legendaris sejak 1977.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kolak pisang sudah lama dikenal sebagai sajian manis khas bulan Ramadan yang tak pernah absen dari meja buka puasa masyarakat di Solo Raya, Jawa Tengah.
Perpaduan rasa manis gula merah, gurihnya santan, dan lembutnya pisang membuat hidangan ini selalu menggugah selera.
Namun siapa sangka, kolak pisang ternyata memiliki sejarah panjang dan filosofi mendalam yang berkaitan erat dengan penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Baca juga: Sejarah Dibangunnya Beteng Trade Center BTC Solo yang Kini Semakin Sepi Pengunjung
Sejarah Kolak Pisang di Indonesia
Sebelum populer sebagai menu berbuka puasa, kolak pisang telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda sebagai hidangan penutup tradisional masyarakat Jawa.
Sajian ini biasa disajikan dalam acara adat dan upacara keagamaan.
Bahan-bahannya yang mudah ditemukan di Nusantara, seperti pisang, ubi, santan, gula merah, daun pandan, dan kayu manis, membuat kolak menjadi kudapan yang merakyat dan mudah dibuat di berbagai daerah.
Seiring waktu, kolak pisang menyebar ke seluruh Indonesia dan menjadi bagian dari tradisi kuliner yang identik dengan bulan Ramadan.
Baca juga: Sejarah Makam Ronggowarsito di Trucuk Klaten: Jejak Pujangga Terakhir Jawa
Asal Usul dan Filosofi Kolak
Dilansir dari Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, kolak sering dikaitkan dengan penyebaran agama Islam oleh para Wali Songo di Pulau Jawa.
Para wali memperkenalkan kolak sebagai simbol dakwah yang sarat makna spiritual.
Kata “kolak” sendiri diyakini berasal dari bahasa Arab khala, yang berarti “kosong”.
Filosofinya adalah ajakan untuk mengosongkan diri dari dosa menjelang bulan suci.
Ada juga tafsir lain yang menyebut kolak berasal dari kata khalik, yang berarti “Sang Pencipta”.
Artinya, kolak menjadi simbol kedekatan manusia dengan Allah SWT serta rasa syukur atas nikmat yang diberikan.
Baca juga: Sejarah Huzarensla, Kuliner Perpaduan Belanda-Jawa yang jadi Favorit Putri Mangkunegaran Solo
Bahkan, bahan-bahan kolak juga mengandung makna filosofis tersendiri:
- Pisang kepok bermakna kapok, atau penyesalan atas dosa.
- Ubi (telo pendem) melambangkan ajakan untuk “mengubur” kesalahan masa lalu.
- Santan (santen) berasal dari kata pangapunten, yang berarti permohonan maaf.
| Sejarah Huzarensla, Kuliner Perpaduan Belanda-Jawa yang jadi Favorit Putri Mangkunegaran Solo |   | 
|---|
| Sejarah Garang Asem, Kuliner Legendaris Solo yang jadi Salah Satu Menu Favorit Mangkunegara VI |   | 
|---|
| Sejarah Opor Ayam Khas Solo: Konon Merupakan Kuliner Akulturasi India, Jawa, dan Arab |   | 
|---|
| Sejarah Sayur Bobor : Kuliner Solo yang Sudah Berusia 2 Abad, Dulu untuk Ritual Menyapih Anak |   | 
|---|
| Sejarah Kunyit Asam : Jamu Legendaris Solo, Warisan Kerajaan Mataram Islam Sejak Abad ke-16 |   | 
|---|

 
	
						 
							
 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.