Fakta Menarik Tentang Solo

Asal-usul Monumen Setya Bhakti di Sriwedari, Berisi Makam 23 Pejuang Solo yang Berani Lawan Belanda

Makam Setya Bhakti, tempat peristirahatan terakhir bagi 23 pejuang yang gugur dalam Serangan Empat Hari di Surakarta.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Google Maps
MONUMEN BERSEJARAH SOLO - Monumen Setya Bhakti di Jl. Abiyoso, Sriwedari, Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah. Beginilah asal-usul Monumen Setya Bhakti. 
Ringkasan Berita:
  • Makam Setya Bhakti di halaman Puskesmas Sriwedari, Solo, menjadi tempat peristirahatan 23 pejuang yang gugur dalam Serangan Empat Hari di Surakarta pada 9 Agustus 1949 saat melawan Belanda.
  • Makam para pejuang disatukan tahun 1982 dan diresmikan menjadi Monumen Setya Bhakti oleh Wali Kota R. Hartomo pada 1986.
  • Hingga kini warga rutin menggelar malam tirakatan 16 Agustus di lokasi tersebut untuk mengenang jasa para pahlawan lokal.

 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Di tengah kawasan padat penduduk Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah, berdiri sebuah monumen sederhana berbentuk batu besar di halaman Puskesmas Pembantu (Pustu) Sriwedari.

Sekilas, bangunan tersebut tampak biasa saja, namun di balik bentuknya yang tidak mencolok, monumen ini menyimpan kisah heroik tentang perjuangan rakyat Solo melawan penjajahan Belanda pada tahun 1949.

Monumen tersebut dikenal dengan nama Makam Setya Bhakti, tempat peristirahatan terakhir bagi 23 pejuang yang gugur dalam Serangan Empat Hari di Surakarta.

Baca juga: Kisah Radjiman Wedyodiningrat: Dokter Keraton dan Pencetus Dasar Negara, Namanya jadi Jalan di Solo

Latar Belakang Sejarah

Peristiwa ini terjadi pada masa Agresi Militer Belanda II atau yang juga disebut Clash II.

Kala itu, setelah Belanda melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Indonesia pada akhir tahun 1948, kota Surakarta menjadi salah satu titik penting perlawanan rakyat terhadap penjajah.

Pada 9 Agustus 1949, bentrokan besar pecah di wilayah Sriwedari dan sekitarnya. Serangan tersebut menewaskan puluhan warga dan pejuang lokal.

Sebanyak 23 di antaranya dimakamkan secara massal di lokasi yang kini dikenal sebagai Makam Setya Bhakti.

Baca juga: Asal-usul Nama Desa Ngrombo Sukoharjo yang Dikenal sebagai Kampung Gitar, Berasal dari Bahasa Jawa

Menurut penuturan warga setempat, para pejuang tersebut bukanlah tentara resmi, melainkan rakyat biasa, pedagang, warga pasar, dan pemuda kampung, yang dengan keberanian luar biasa turut mengangkat senjata melawan Belanda.

Mereka menjadi korban kekerasan brutal ketika tentara Belanda menyerang secara membabi buta, menebar teror kepada penduduk sipil.

Proses Pemakaman dan Pendirian Monumen

Awalnya, makam para pejuang ini tersebar dan berjejer di sebuah tanah lapang berbentuk huruf L di kawasan Precetan, Sriwedari.

Namun, pada awal 1980-an, atas inisiatif masyarakat dan pemerintah setempat, seluruh makam disatukan di satu area untuk memudahkan perawatan dan penghormatan.

Proses pemindahan dilakukan sekitar tahun 1982, dan empat tahun kemudian, pada 21 Maret 1986, dibangunlah sebuah monumen batu besar sebagai penanda resmi lokasi makam para pejuang tersebut.

Peresmian monumen dilakukan oleh Wali Kota Solo saat itu, R. Hartomo, dengan nama Monumen Setya Bhakti.

Baca juga: Asal-usul Kampung Gandekan di Solo : Nama Diambil dari Abdi Dalem, Dulu Pelabuhan Kuno yang Sibuk

Di atas batu besar yang menjadi pusat monumen, terukir nama-nama 23 pejuang yang gugur pada pertempuran 9 Agustus 1949. Batu peringatan itu menjadi simbol kesetiaan dan pengorbanan mereka terhadap bangsa dan negara.

Menariknya, di balik batu besar monumen tersebut terdapat dua batu nisan bertuliskan Pawiro dan Wingyo Wiguna, yang mewakili seluruh nama para pahlawan.

Kedua nama itu menjadi lambang keberanian dan persatuan rakyat Solo dalam menghadapi penjajahan.

Peran dan Makna Bagi Masyarakat

Hingga kini, masyarakat Precetan dan Sriwedari masih menjaga dan merawat makam Setya Bhakti dengan penuh hormat.

Lokasi makam yang kini berada di halaman depan Puskesmas Pembantu tidak pernah menjadi masalah bagi warga sekitar.

Bahkan, keberadaannya justru menjadi simbol sejarah dan semangat nasionalisme bagi generasi muda di kawasan tersebut.

Baca juga: Asal-usul Gapura Gading Selatan Keraton Solo: Dipugar PB X, Jalur Sakral yang Dilalui Mendiang Raja

Setiap tahun, terutama menjelang Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus, masyarakat menggelar malam tirakatan pada tanggal 16 Agustus di area makam.

Dalam acara tersebut, warga berkumpul, berdoa bersama, dan mengenang jasa para pejuang yang gugur demi kemerdekaan Indonesia.

Tradisi ini sudah berlangsung puluhan tahun dan menjadi bentuk nyata penghargaan terhadap jasa para pahlawan lokal.

Bagi masyarakat sekitar, makam ini bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir, melainkan monumen sejarah perjuangan rakyat kecil.

Mereka yang dimakamkan di sana adalah simbol keberanian masyarakat biasa yang berjuang tanpa pamrih melawan penjajahan.

Meski tidak semua nama mereka tercatat dalam buku sejarah nasional, semangat juang mereka hidup dalam ingatan kolektif warga Solo.

Baca juga: Asal-usul Menara Baskoro di Klaten : Dulu Tempat Pakubuwono X Salat Istikharah, Mencari Petunjuk

Nilai Sejarah dan Warisan Lokal

Monumen Setya Bhakti menjadi salah satu peninggalan sejarah penting di Solo yang menggambarkan perlawanan rakyat terhadap kolonialisme di masa akhir perjuangan kemerdekaan.

Lokasinya yang kini berdampingan dengan fasilitas kesehatan publik seperti puskesmas justru memperlihatkan bagaimana tempat-tempat bersejarah bisa tetap hidup berdampingan dengan aktivitas masyarakat modern.

Selain menjadi tempat ziarah dan peringatan, kawasan makam ini juga menjadi sumber edukasi sejarah bagi warga dan pelajar.

Banyak pihak menganggap bahwa keberadaan Makam Setya Bhakti merupakan pengingat bahwa perjuangan kemerdekaan tidak hanya dilakukan oleh tokoh besar atau pasukan bersenjata, tetapi juga oleh rakyat biasa yang memiliki keberanian untuk melawan ketidakadilan.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved