Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Jalan Panjang Lepas dari Adiksi Nasi di Lumbung Padi

Pemerintah daerah pun mengupayakan diversifikasi pangan lokal untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan terigu.

|
Penulis: Hanang Yuwono | Editor: Rifatun Nadhiroh
TribunSolo.com / Anang Ma'ruf
ILUSTRASI Suasana panen raya padi oleh Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) di Telukan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Senin (30/10/2023). 

Potensi Pangan Lokal di Sukoharjo dan Perannya Atasi Stunting

Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, mengungkapkan Sukoharjo punya banyak potensi bahan pangan lokal. Misalnya pisang, buah turi, inti batang pelem, kelor, belimbing, dan banyak lagi lainnya. 

Pangan alternatif tersebut bisa menjadi solusi tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting, dan obesitas. Anak-anak bisa dibiasakan tidak adiksi terhadap nasi semenjak kecil. 

Ahli Gizi RS Panti Waluyo, Ani Kristiasih, kepada TribunSolo.com beberapa waktu lalu mengungkapkan, terutama untuk siswa SD, gizi seimbang sangat penting bagi tumbuh kembangnya. Seorang anak bisa memaksimalkan potensinya jika asupan gizi terpenuhi.

“Gizi anak usia SD 7-12 tahun. Kalau kebutuhannya tercukupi, bisa berkembang secara optimal. Pembelajaran bisa menangkap lebih cepat, bisa menunjang prestasi. Kalau kekurangan gizi akan berpengaruh pertumbuhan dan perkembangannya,” ungkapnya. 

Dalam satu porsi makanan setidaknya memenuhi sejumlah unsur agar bisa seimbang. Yakni karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan serat.  Selain itu, pengaturan pola makan juga penting untuk membentuk kebiasaan baik.

“Anak sekolah harus makan minimal 5 kali, makan pagi, selingan, makan siang, selingan, makan sore. Tiap makan mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, juga serat,” jelasnya.

Pangan lokal yang ada di Sukoharjo seperti jagung, singkong, uwi, gembili, porang, sukun, waluh, atau ubi bisa menjadi sumber karbohidrat pengganti nasi. Telur sebagai protein hewani, oseng tempe sebagai protein nabati, sayur bayam sebagai mineral. Melalui bekal sehat berbasis pangan lokal yang disiapkan, anak dapat lebih terjamin keseimbangan gizinya jika dibandingkan membeli di warung makan.

“Bekal makanan itu menunjang gizinya anak. Sekolah kan pulangnya siang. Bekal makanan ditujukan kepada anak agar gizinya tercukupi di jam sekolah,” terangnya.

Sementara itu soal memberikan bekal mie kepada, ahli gizi tidak menyarankan. Terlebih jika hanya roti dan susu.

“Menyiapkan lauk pauknya minim. Misalnya nasi lauknya mie. Ada juga tidak suka lauk hanya roti ditambah susu kental manis. Proteinnya kurang,” jelasnya.

Jawa Tengah memang tersohor sebagai lumbung pangan nasional. Produksi padi di Jawa Tengah melimpah, demikian pula halnya dengan sumber daya pangan lokal. Alih-alih mengonsumsi produk olahan terigu yang merupakan komoditas impor, sudah saatnya masyarakat memanfaatkan kenakeragaman hayati pangan lokal di tanah air sendiri.

Perlu adanya peran aktif pemerintah daerah dan pusat untuk mengkampanyekan hal ini, demikian kesadaran masyarakat akan potensi pangan lokal di tempat tinggalnya masing-masing demi mencapai kedaulatan pangan. Jangan sampai ketergantungan kepada beras, membuat masyarakat akhirnya malah terjebak pada aneka olahan gandum yang merupakan sumber pangan impor.

Selain itu, perlu diingat jika komoditas padi di Indonesia cukup rapuh. Sudah sering rakyat harus kelimpungan karena lonjakan harga beras. Di samping itu, perubahan iklim juga membuat petani acapkali kesulitas mengakses beras demi kebutuhannya.

Harga beras naik dan akses sulit tersebut seringkali terjadi lantaran anomali cuaca El Nino dan perbedaan temperatur permukaan air laut yang jadi malapetaka bagi para petani, karena membuat mereka gagal panen. 

“Menilik sejarah dan menjalankan amanat undang-undang no 18 tahun 2012  tentang Pangan, pemerintah perlu  menerapkan regionalisasi sistem pangan dan sumber keragaman sumber pangan lokal – yang secara alami telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat dan secara budaya menjadi sumber pangan masyarakat dan kedaulatan sumber pangan daerahnya,” begitulah pesan Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI, Renata Puji Sumedi Hanggarawati, di laman resminya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved