Fakta Menarik Tentang Klaten

Asal-usul Candi Sewu di Klaten : Jumlahnya Tak Sampai Seribu, Bukti Kejayaan Peradaban Mataram Kuno

Candi Sewu merupakan salah satu peninggalan agama Buddha terbesar di Indonesia dan menjadi bukti kejayaan peradaban Mataram Kuno

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
WISATA KLATEN - Bhiku melakukan ritual pradaksina, memutari candi sebanyak tiga kali searah jarum jam saat perayaan Tri Suci Waisak 2565 BE di Candi Sewu, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (26/5/2021). Beginilah asal-usul Candi Sewu. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG) 

Ringkasan Berita:
  • Candi Sewu adalah kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Borobudur, dibangun pada abad ke-8 oleh Rakai Panangkaran dan diperluas Rakai Pikatan, mencerminkan toleransi Hindu–Buddha di masa Mataram Kuno.
  • Kompleks ini memiliki 249 candi, dengan candi utama setinggi 30 meter dan dihiasi relief ajaran Buddha.
  • Kini menjadi destinasi wisata sejarah lengkap dengan tiket Rp50.000, fasilitas parkir, mushola, dan spot foto indah.

 

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dikenal memiliki destinasi wisata sejarah berupa candi megah simbol peradaban sejarah.

Salah satu candi yang terkenal di Klaten adalah Candi Sewu.

Candi Sewu merupakan salah satu peninggalan agama Buddha terbesar di Indonesia dan menjadi bukti kejayaan peradaban Mataram Kuno pada abad ke-8 Masehi.

Baca juga: Asal-usul Bangsal Maligi, Tempat Persemayaman Terakhir Raja Keraton Solo Pakubuwono XIII yang Sakral

Terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, kompleks candi ini berdiri megah hanya sekitar 800 meter di sebelah utara Candi Prambanan yang bercorak Hindu.

Menariknya, meskipun lebih sering dikaitkan dengan Prambanan, Candi Sewu justru lebih tua usianya.

Candi bercorak Buddha ini memperlihatkan harmoni luar biasa antara dua agama besar Nusantara pada masa lampau, yaitu Hindu dan Buddha, yang hidup berdampingan secara damai di bawah kekuasaan Mataram Kuno.

Asal-Usul dan Sejarah Pembangunan

Berdasarkan temuan dua prasasti kuno, yaitu Prasasti Kelurak (782 M) dan Prasasti Manjusrigrha (792 M), diketahui bahwa nama asli Candi Sewu adalah Prasada Vajrasana Manjusrigrha, yang berarti “Rumah Bodhisattwa Manjusri”.

Manjusri sendiri adalah salah satu Bodhisattwa penting dalam ajaran Buddha Mahayana, yang melambangkan kebijaksanaan.

Candi ini dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dari Dinasti Syailendra, penguasa Mataram Kuno yang menganut ajaran Buddha.

Baca juga: Asal-usul Nama Kecamatan Cawas di Klaten: Ada 3 Versi Legenda, Salah Satunya Ucapan Sunan Kalijaga

Pembangunannya kemudian diperluas oleh Rakai Pikatan, raja dari Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu.

Fakta ini memperlihatkan bahwa toleransi beragama telah menjadi nilai penting dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuno.

Sebelum ditemukan kembali oleh masyarakat modern, kompleks Candi Sewu sempat tertimbun abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi.

Pada tahun 1733, pedagang Belanda bernama Cornelius Antonie Lons mencatat keberadaan reruntuhan candi ini.

Sejak itu, upaya pemugaran terus dilakukan, terutama pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan kemudian dilanjutkan secara besar-besaran oleh pemerintah Indonesia sejak 1981.

Struktur dan Arsitektur Candi Sewu

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved