Fakta Menarik Tentang Solo

Asal-usul Kampung Gandekan di Solo : Nama Diambil dari Abdi Dalem, Dulu Pelabuhan Kuno yang Sibuk

Lokasi Gandekan ini berjarak 1,8 kilometer dari Tugu Nol Kilometer Solo, atau bisa ditempuh 4 menit kendaraan bermotor.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Google Street View
KELURAHAN GANDEKAN SOLO - Tulisan penanda Kelurahan Gandekan di Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah. Beginilah asal-usul Kampung Gandekan. 
Ringkasan Berita:
  • Kampung Gandekan berasal dari kata gandek, abdi dalem Keraton Surakarta yang bertugas sebagai pesuruh khusus Raja dan pembawa perlengkapan upacara.
  • Dahulu Gandekan merupakan bandar dagang kuno di tepi Bengawan Solo dan Kali Pepe, tempat kapal-kapal dari berbagai daerah berlabuh dan berdagang.
  • Kini Gandekan berkembang menjadi wilayah edukatif dan budaya, dengan ikon Taman Cerdas Gandekan sebagai pusat kegiatan belajar dan sosial warga.

 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kampung Gandekan di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta atau Solo, Jawa Tengah, bukan sekadar wilayah pemukiman biasa.

Di balik nama dan keberadaannya, tersimpan sejarah panjang yang erat kaitannya dengan Keraton Surakarta dan perkembangan ekonomi masyarakat pada masa lampau.

Nama “Gandekan” berasal dari kata “gandek”, yang dalam tradisi keraton berarti abdi dalem atau pelayan khusus Raja.

Lokasi Gandekan ini berjarak 1,8 kilometer dari Tugu Nol Kilometer Solo, atau bisa ditempuh 4 menit kendaraan bermotor.

Baca juga: Asal-usul Pasar Harjodaksino Solo: Nama Diambil dari Tokoh Lokal, tapi Lebih Dikenal Pasar Gemblegan

Asal-usul Nama dan Fungsi Gandek di Keraton

Dalam struktur pemerintahan Keraton Surakarta, gandek memiliki peran penting sebagai pesuruh atau penghubung antara Raja dengan abdi dalem atau sentana dalem lainnya.

Mereka bertugas menyampaikan pesan, perintah, serta mengatur keperluan upacara kerajaan.

Pada saat pasewakan (pertemuan resmi di dalam keraton), para gandek bertugas membawa benda-benda upacara dan membantu kelancaran prosesi.

Uniknya, sebagian besar abdi dalem gandek adalah perempuan, yang dipimpin oleh seorang kepala bernama Nyai Lurah Gandek.

Karena banyaknya abdi dalem gandek yang tinggal berdekatan, kemudian muncul pemukiman yang disebut Kampung Gandekan.

Tempat ini menjadi kawasan hunian resmi bagi para gandek dan keluarganya.

Baca juga: Asal-usul Gapura Gading Selatan Keraton Solo: Dipugar PB X, Jalur Sakral yang Dilalui Mendiang Raja

Pembagian Wilayah Gandekan

Pada masa kekuasaan raja-raja Surakarta, Kampung Gandekan terbagi menjadi dua bagian, yakni:

  • Gandekan Tengen, yang terletak di sebelah kanan pusat Keraton Surakarta dan berada di bawah kendali Kepatihan Wetan.
  • Gandekan Kiwo, yang terletak di sebelah kiri Keraton Surakarta dan berada di bawah kendali Kepatihan Kulon.
    Struktur administratif ini bertahan hingga Indonesia merdeka. Setelah tahun 1945, terjadi penyesuaian wilayah.
  • Gandekan Kiwo kemudian masuk ke dalam wilayah Kelurahan Jayengan, Kecamatan Serengan, sedangkan Gandekan Tengen menjadi Kelurahan Gandekan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.

Kelurahan Gandekan kini menjadi salah satu dari 11 kelurahan di Kecamatan Jebres, dengan luas wilayah sekitar 35 hektar.

Letaknya sekitar 2 kilometer di timur pusat pemerintahan Kota Surakarta dan 5 kilometer dari kantor Kecamatan Jebres, dengan batas wilayah sebagai berikut:

  • Utara: Kelurahan Purwodiningratan
  • Selatan: Kelurahan Sangkrah
  • Barat: Kelurahan Sudiroprajan
  • Timur: Kelurahan Sewu

Wilayah ini terbagi dalam 9 Rukun Warga (RW) dan 36 Rukun Tetangga (RT), dan berada di utara aliran sungai Kali Pepe bagian hilir.

Baca juga: Asal-usul Menara Baskoro di Klaten : Dulu Tempat Pakubuwono X Salat Istikharah, Mencari Petunjuk

Gandekan Sebagai Bandar dan Pusat Perdagangan

Selain dikenal sebagai kampung abdi dalem, Gandekan juga memiliki peran penting dalam sejarah perdagangan di Surakarta.

Berdasarkan catatan dalam situs resmi Pemerintah Kota Surakarta (surakarta.go.id), Kampung Gandekan pernah menjadi bandar atau pelabuhan kuno yang sangat sibuk.

Pada masa itu, Bengawan Solo menjadi jalur utama perdagangan yang menghubungkan wilayah pedalaman Jawa dengan daerah pesisir utara dan timur.

Kapal-kapal dari berbagai daerah, terutama dari arah Jawa Timur, melintas di sepanjang Bengawan Solo dan masuk ke anak-anak sungainya, termasuk Kali Pepe yang melintas di sekitar Gandekan.

Baca juga: Asal-usul Nama Kecamatan Cawas di Klaten: Ada 3 Versi Legenda, Salah Satunya Ucapan Sunan Kalijaga

Kapal-kapal tersebut membawa berbagai barang dagangan seperti hasil bumi, rempah-rempah, kain, hingga kebutuhan pokok.

Aktivitas bongkar muat barang terjadi di pelabuhan Gandekan, menjadikannya salah satu titik penting dalam perekonomian Solo pada masa itu.

Selain Gandekan, beberapa kawasan lain juga dikenal sebagai jalur sibuk perdagangan air, antara lain Semanggi, Demangan, Sangkrah, Laweyan, dan Kalilarangan.

Menariknya, wilayah Kalilarangan konon dahulu juga memiliki sungai yang kini telah tertutup dan berubah menjadi jalan darat.

Akulturasi Budaya di Kampung Gandekan

Aktivitas perdagangan yang ramai membuat Gandekan menjadi tempat pertemuan berbagai etnis dan budaya.

Para pedagang dari daerah-daerah lain, termasuk dari luar Jawa, menetap di Gandekan dan berinteraksi dengan warga lokal.

ari proses tersebut, terjadilah akulturasi budaya yang memperkaya kehidupan sosial masyarakat Gandekan hingga kini.

Berbagai etnis seperti Jawa, Tionghoa, Arab, dan lainnya berbaur dan membentuk komunitas yang harmonis.

Hal ini pula yang menjadikan Gandekan sebagai salah satu wilayah dengan keragaman budaya dan sejarah sosial yang unik di Solo.

Baca juga: Asal-usul Desa Singodutan di Selogiri Wonogiri, Namanya Melambangkan Keberanian Lawan Penjajah

Gandekan Masa Kini

Meski jejak pelabuhan kuno kini sudah tidak tampak, semangat kemajuan Gandekan tetap hidup.

Salah satu ikon baru kawasan ini adalah Taman Cerdas Gandekan, yang menjadi pusat kegiatan edukatif dan sosial bagi anak-anak serta masyarakat sekitar.

Di taman tersebut, terdapat bangunan joglo yang digunakan sebagai tempat belajar dan kegiatan kreatif.

Para relawan muda dari berbagai komunitas turut berperan dalam memberikan bimbingan belajar, mengadakan kegiatan sosial, dan mendukung perkembangan anak-anak di kawasan tersebut.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved