Fakta Menarik Tentang Solo
Asal-usul Monumen Setya Bhakti di Sriwedari, Berisi Makam 23 Pejuang Solo yang Berani Lawan Belanda
Makam Setya Bhakti, tempat peristirahatan terakhir bagi 23 pejuang yang gugur dalam Serangan Empat Hari di Surakarta.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Menariknya, di balik batu besar monumen tersebut terdapat dua batu nisan bertuliskan Pawiro dan Wingyo Wiguna, yang mewakili seluruh nama para pahlawan.
Kedua nama itu menjadi lambang keberanian dan persatuan rakyat Solo dalam menghadapi penjajahan.
Peran dan Makna Bagi Masyarakat
Hingga kini, masyarakat Precetan dan Sriwedari masih menjaga dan merawat makam Setya Bhakti dengan penuh hormat.
Lokasi makam yang kini berada di halaman depan Puskesmas Pembantu tidak pernah menjadi masalah bagi warga sekitar.
Bahkan, keberadaannya justru menjadi simbol sejarah dan semangat nasionalisme bagi generasi muda di kawasan tersebut.
Baca juga: Asal-usul Gapura Gading Selatan Keraton Solo: Dipugar PB X, Jalur Sakral yang Dilalui Mendiang Raja
Setiap tahun, terutama menjelang Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus, masyarakat menggelar malam tirakatan pada tanggal 16 Agustus di area makam.
Dalam acara tersebut, warga berkumpul, berdoa bersama, dan mengenang jasa para pejuang yang gugur demi kemerdekaan Indonesia.
Tradisi ini sudah berlangsung puluhan tahun dan menjadi bentuk nyata penghargaan terhadap jasa para pahlawan lokal.
Bagi masyarakat sekitar, makam ini bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir, melainkan monumen sejarah perjuangan rakyat kecil.
Mereka yang dimakamkan di sana adalah simbol keberanian masyarakat biasa yang berjuang tanpa pamrih melawan penjajahan.
Meski tidak semua nama mereka tercatat dalam buku sejarah nasional, semangat juang mereka hidup dalam ingatan kolektif warga Solo.
Baca juga: Asal-usul Menara Baskoro di Klaten : Dulu Tempat Pakubuwono X Salat Istikharah, Mencari Petunjuk
Nilai Sejarah dan Warisan Lokal
Monumen Setya Bhakti menjadi salah satu peninggalan sejarah penting di Solo yang menggambarkan perlawanan rakyat terhadap kolonialisme di masa akhir perjuangan kemerdekaan.
Lokasinya yang kini berdampingan dengan fasilitas kesehatan publik seperti puskesmas justru memperlihatkan bagaimana tempat-tempat bersejarah bisa tetap hidup berdampingan dengan aktivitas masyarakat modern.
Selain menjadi tempat ziarah dan peringatan, kawasan makam ini juga menjadi sumber edukasi sejarah bagi warga dan pelajar.
Banyak pihak menganggap bahwa keberadaan Makam Setya Bhakti merupakan pengingat bahwa perjuangan kemerdekaan tidak hanya dilakukan oleh tokoh besar atau pasukan bersenjata, tetapi juga oleh rakyat biasa yang memiliki keberanian untuk melawan ketidakadilan.
(*)
| Asal-usul Kampung Gandekan di Solo : Nama Diambil dari Abdi Dalem, Dulu Pelabuhan Kuno yang Sibuk |
|
|---|
| Asal-usul Gapura Gading Selatan Keraton Solo: Dipugar PB X, Jalur Sakral yang Dilalui Mendiang Raja |
|
|---|
| Cara Masuk Sakalasastra Perpustakaan BI Bank Indonesia Solo, Gratis Masuk dan Gratis Parkir |
|
|---|
| Mitos Sasana Sewaka, Titik Sakral Keraton Solo yang jadi Tempat Sinuhun Semedi |
|
|---|
| Sejarah Busana Pengantin Dodotan Solo Basahan yang Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Takbenda |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Monumen-Setya-Bhakti-di-Jl-Abiyoso-Sriwedari-Laweyan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.