Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Usulan Pemakzulan Gibran

Ramai Desakan Pemakzulan Wakil Presiden RI, Eks Wakil Ketua KPK Beri Pesan ke Gibran: Jangan Cengeng

Usulan pemakzulan Gibran ini sebelumnya disampaikan oleh Forum Purnawirawan TNI dan menjadi bahasan ramai di media sosial.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono

TRIBUNSOLO.COM  - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto memberikan tanggapannya soal usulan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.

Usulan pemakzulan Gibran ini sebelumnya disampaikan oleh Forum Purnawirawan TNI dan menjadi bahasan ramai di media sosial.

Soal usulan pemakzulan Gibran, Bambang meminta putra sulung Jokowi itu agar membaca terlebih dahulu isi surat usulan dari para purnawirawan TNI tersebut.

Baca juga: Sepakat dengan Mahfud MD, Peneliti BRIN Sebut Pemakzulan Prabowo-Gibran Tak Harus 1 Paket

Dengan demikian kata Bambang, Gibran tak akan salah paham.

Bambang Widjojanto mengungkapkan hal itu dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube Hendri Satrio Official, Kamis (12/6/2025).

"Satu, dia mesti baca dulu surat itu. Dia cuma dengar di media seperti kita kan. Menurut gua sih, [Gibran] belum [membaca] atau setidaknya diusulkan untuk membaca itu," papar BW.

"Supaya kemudian tidak salah tafsir, tidak salah mengerti, tidak salah paham," tambahnya.

Bambang Widjojanto menambahkan, Gibran harus memperhatikan statusnya sebagai orang nomor dua di Indonesia.

Baca juga: Meski Sudah Didesak, Kubu Jokowi Ngotot Tolak Tunjukkan Ijazah Asli : Bisa Chaos

Dia menilai, segala kritik yang diarahkan pada Gibran harus dianggap sebagai proses pendewasaan dalam karirnya di dunia politik.

"Terus bagian yang kedua yang mesti diperhatikan dia itu public prominent atau official prominent. Jadi, punya jabatan nomor dua tertinggi loh, sehingga semua kritik itu harus dijadikan sebagai bagian dari proses mendewasakan dia," jelas BW.

"Gua mau bilang, 'jangan cengeng lu, cuy.' Gitu loh. Jadi kalau dia melihat itu bagian dari kritik, kemudian dia harus menerima itu," katanya.

Bambang Widjojanto pun menilai, jika ada tuduhan serius, maka Gibran harus membuat klarifikasi secara terbuka.

Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (kanan) bersama Anggota Tim Hukum BPN, Denny Indrayana menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum BPN. Tribunnews/Jeprima
Bambang Widjojanto (kanan) bersama  Denny Indrayana menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum BPN. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

"Kalau kemudian di situ ada tuduhan yang serius, maka dia harus membuat pernyataan terbuka untuk menyatakan itu benar atau tidak benar. Jadi, jangan diam aja," ujar Bambang.

Walau begitu, Bambang Widjojanto menggarisbawahi pentingnya proses usulan pemakzulan tersebut dalam sistem bernegara.

Oleh karenanya, Gibran juga harus memperhatikan tahapan-tahapan yang ditempuh mengenai usulan pemakzulan ini.

"Cuman kan sekarang ini masuk saluran pipeline dalam sistem bernegara. Pertanyaannya sekarang, apakah teman-teman di DPR sudah melakukan konsolidasi rapat untuk mendiskusikan ini dan menyampaikan ini secara resmi?" jelas BW.

Baca juga: Rismon Sianipar Nekat Cecar Kasmudjo yang Sedang Sakit soal Ijazah, Pengacara Jokowi Bereaksi

"Itu juga harus dilakukan karena enggak mungkin loncat. Enggak mungkin juga tiba-tiba Mas Gibran minta, 'Eh, suratnya mari sini.' Tapi juga tidak mungkin Mas Gibran tidak tahu, karena dia juga punya sistem intelijen atau sistem apalah yang bisa dengan cepat dia mendapatkan itu," lanjutnya.

"Jadi saluran-saluran ini harus ditempuh, tahapan-tahapannya itu. Kalau dia membuat pernyataan terlalu pagi padahal itu belum disampaikan secara sistem ketatanegaraan, dia juga akan diketawain," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI sudah mengirim surat ke DPR dan MPR untuk segera memproses tuntutan pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.

Surat tertanggal 26 Mei 2025 itu memuat pernyataan tuntutan pemakzulan Gibran sebagai berikut: 

Baca juga: Kondisi Terbaru Wajah Jokowi jadi Sorotan, Dr Tifa Sarankan Segera Berobat ke China: Mengkhawatirkan

“Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.” 

Surat tersebut ditandatangani empat purnawirawan TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Sejak awal Juni 2025 lalu, surat yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI itu sudah diteruskan ke pimpinan DPR.

Mahfud MD Ungkap 3 Faktor Gibran Bisa Dimakzulkan

Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD turut memberikan tanggapannya soal desakan pemakzulan Gibran Rakabuming dari jabatan Wakil Presiden RI yang ramai beberapa waktu ini.

Menurut Mahfud MD, ada tiga alasan Gibran bisa dimakzulkan dari kursi wapres.

Adapun usulan pemakzulan Gibran Rakabuming muncul setelah Forum Purnawirawan TNI mengirimkan surat kepada lembaga legislatif.

Baca juga: Roy Suryo Dukung Pemakzulan Gibran, Ungkap Kesalahan Fatal Wapres : Masa Gak Ngerti Akun Slot?

Sebagai pakar hukum, Mahfud menjelaskan berdasarkan undang-undang, presiden dan wakil presiden memang bisa dimakzulkan asalkan memenuhi beberapa syarat tertentu.

"Kalau istilah konstitusi pasal 7A hasil amandemen, presiden dan atau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila diduga terlibat lima hal, empat hal pelanggaran hukum, satu hal perbuatan tercela, satu hal lagi keadaan," ungkap Mahfud MD dalam konten Youtube-nya, dilansir TribunnewsBogor.com pada Rabu (11/6/2025).

Dia pun mengungkapkan syarat apa saja yang memungkinkan seorang kepala negara dan wakilnya diberhentikan, yang terkait dengan ketentuan hukum maupun politik.

"Apa saja itu, satu melakukan pengkhianatan terhadap negara Pancasila NKRI. Yang kedua terlibat korupsi, penyuapan, kejahatan berat. Kejahatan berat tuh kejahatan yang disamakan dengan kejahatan yang diancam dengan lima tahun ke atas. Lalu (ketiga) perbuatan tercela, sesuatu yang dapat merendahkan martabat, perilaku, tutur kata. Bisa mudah, makanya itu dinilai oleh politik soal perbuatan tercela itu, perbuatan tercela tuh sangat fleksibel tergantung situasi politik," pungkas Mahfud MD.

"Keenam, (karena) keadaan, misalnya ternyata tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden atau wakil presiden, misalnya sakit permanen, kehilangan kewarganegaraan. Atau malah berhenti, minta berhenti, harus diproses," sambungnya.

Baca juga: Eks Ketua MK Bicara Pemakzulan Wapres Gibran, Singgung Soal KIM Plus dan Prabowo

Walaupun syarat untukmemakzulkan pimpinan negara itu banyak dan punya dasar hukum kuat, Mahfud menyebut hal itu tetap busa terjadi.

Mengingat di Indonesia, situasi politik mudah berubah.

"Menurut saya dasar hukumnya kuat, tapi ingat hukum itu produk politik. Secara hukum memang ada alasan, tetapi dipersulit karena ada syarat-syarat yang berat. Tapi karena hukum itu produk politik, yang sulit itu pun kalau situasi politik berubah, bisa mudah. Prosedurnya udah mempersulit agar orang tidak mudah menjatuhkan presiden atau wakil presiden," kata Mahfud MD.

"Presiden atau wakil presiden bersama-sama atau sendiri-sendiri bisa dijatuhkan, bisa diberhentikan, dimakzulkan, itu istilah resmi dalam masa jabatan. Syaratnya apa? syaratnya itu tadi yang ada empat pelanggaran hukum, satu pelanggaran etika, satu situasi tertentu," sambungnya.

Baca juga: Sebut Djuyamto Hakim Jujur yang Disingkirkan, Mahfud MD Ceritakan Kisahnya Usul Gaji Hakim Naik

 Mahfud lantas memberikan analisisnya mengenai isi surat dari Purnawirawan TNI yang mengurai alasan pemakzulan Gibran.

"Pelanggaran prinsip hukum, etika publik dan konflik kepentingan, putusan MK 90. Kedua, kepatutan dan kepantasan kapasitas seorang wakil presiden. Ketiga, moral dan etika, kasus Fufufafa. Keempat dugaan korupsi Joko Widodo dan keluarganya," isi surat dari Forum Purnawirawan TNI.

Terkait dengan surat tersebut, Mahfud MD menyebut Gibran dimungkinkan lengser jika poin yang disampaikan oleh forum purnawirawan TNI itu terbukti sah.

Alasan pertama Gibran bisa dimakzulkan adalah jika ia terseret kasus dugaan korupsi keluarga Jokowi.

"Kalau itu nanti bisa dibuktikan, satu yang paling gampang dugaan korupsi karena masuk di empat jenis kan. Karena dia (Gibran) keluarganya Joko Widodo, makanya Gibran keluarganya. Laporan tentang dia (Gibran) udah masuk ke KPK tapi enggak ada follow up," ungkap Mahfud MD.

Baca juga: TPUA Lebih Dulu Laporkan Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Mahfud MD: Keduanya Punya Hak Hukum

Kedua, alasannya adalah terkait dengan pelanggaran etika pencalonan Gibran sebagai wakil presiden di 2024 lalu.

"Lalu kedua pelanggaran etika yang muncul dari proses penetapan sebagai calon yang terbukti secara sah dan meyakinkan prosesnya melangggar etika sesuai keputusan MK MK. Tapi karena putusan finalnya udah selesai, maka cacat moralnya itu sudah dibuktikan oleh keputusan MK. Yang kemudian memberi sanksi kepada semua hakim MK, yang satu paling berat diberhentikan dari MK, yang lain ada teguran," imbuh Mahfud MD.

Terakhir, alasan Gibran bisa dimakzulkan adalah berkaitan dengan akun Fufufafa yang selama ini banyak dibahas.

Jika akun Fufufafa terbukti milik Gibran, maka putra Jokowi itu bisa saja dilengserkan.

"Ketiga, kalau Fufufafa itu benar diungkap dan itu benar menyangkut Gibran, itu sudah jadi alasan yang sangat kuat untuk itu (pemakzulan)," pungkas Mahfud MD.

(*)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved